Sasando adalah alat musik petik yang
berasal dari pulau Rote, Nusa Tenggara Timur. Nama Sasando dalam bahasa Rote
diambil dari kata sasandu yang artinya alat yang mengeluarkan getaran/bunyi.
Bahan dasar dari alat music sasando ini adalah daun pohon lontar dan bamboo. Di
NTT sendiri, daun lontar memang merupakan salah satu komoditi yang banyak
digunakan oleh masyarakat setempat untuk, membuat anyaman tikar, topi, wadah
pembungkus tembakau dana beberapa barang kerajinan lainnya. Pemain sasando pun
kerap menggunakan topi anyaman daun lontar ketika memainkan alat musik sasando
untuk menunjukkan identitas sebagai warga asli NTT.
Bentuk dari sasando adalah menyerupai
tabung panjang yang pada umumnya terbuat dari bambu. Kemudian di bagian tengah terdapat
bagian yang melingkar dari atas ke bawah yang diberi ganjalan-ganjalan di mana senar-senar
sasando direntangkan di tabung, dari atas kebawah. Ganjalan-ganjalan ini
memberikan nada yang berbeda-beda kepada setiap petikan senar. Lalu tabung
sasando ini ditaruh dalam sebuah wadah yang terbuat dari semacam anyaman daun
lontar yang dibuat seperti kipas. Wadah ini merupakan tempat resonansi sasando.
Cara memainkan alat musik sasando hamper
mirip dengan kecapi. Tangan kiri berfungsi untuk memetik melodi dan bas,
sedangkan tangan kanan digunakan untuk memainkan akor(gabungan beberapa nada
tunggal). Perpaduan melodi, bas dan akor yang dapat dimainkan secara bergantian
ataupun bersamaan menjadi salah sat ciri khas dari bunyi yang dihasilkan oleh
sasando.
Asal mula alat musik ini, menurut
banyak tokoh adat di Pulau Rote, telah dikenali sejak Rote menjadi bagian dari
daerah kerajaan. Dalam legenda memang muncul banyak versi mengenai sejarah
munculnya sasando. Konon, awalnya adalah ketika seorang pemuda bernama
Sangguana terdampar di Pulau Ndana saat pergi melaut. Ia dibawa oleh penduduk
menghadap raja di istana. Selama tinggal di istana inilah bakat seni yang
dimiliki Sangguana segera diketahui banyak orang hingga sang putri pun
terpikat. Ia meminta Sangguana menciptakan alat musik yang belum pernah ada.
Suatu malam, Sangguana bermimpi sedang memainkan suatu alat musik yang indah
bentuk maupun suaranya.
Diilhami mimpi tersebut, Sangguana
menciptakan alat musik yang ia beri nama sandu (artinya bergetar). Ketika
sedang memainkannya, Sang Putri bertanya lagu apa yang dimainkan, dan Sangguana
menjawab, "Sari Sandu". Alat musik itu pun ia berikan kepada Sang
Putri yang kemudian menamakannya Depo Hitu yang artinya sekali dipetik tujuh
dawai bergetar.
Jenis sasando dapat diidentifikasi
dari banyaknya jumlah senarnya yang dipasang. Ada sasando engkel yang memiliki
28 senar, sasando dobel yang memiliki 54 senar, sasando gong atau sasando haik,
dan sasando biola.
Sasando kerap digunakan sebagai musik pengiring
atau penghibur pada upacara adat maupun sebagai hobi pribadi. Mungkin masih
banyak penduduk Indonesia yang kurang mengenal alat musik yang satu ini. Namun
ternyata alat musik sasando ini sangat digemari oleh kalangan penikmat musik
tradisional yang berasala dari Australian dan beberapa negara Eropa. Maka dari
itu kita patut berbangga diri karena keragamanan budaya Indonesia dan sudah
sepantasnya kita sendiri yang melestarikan budaya bangsa agar tidak punah
seiring berjalannya waktu.
itu kenapa tulisannya putih-putih bro,trims artikelnya
ReplyDeletekita juga sebagai orang indonesia harus melestarikan sasando saya baca baca tidak banyak orang ntt yang mahir alat musik ini
terima kasih atas commentny mas hari..haha ia nih mngkin agak error html bloggernya...yah negara kita ini memang kaya dengan budaya...jadi rasanya sayang juga kl kebudayaan kita yang beraneka ragam ini kurang dilestarikan
ReplyDelete